Selasa, 17 Juli 2012

SKRIPSI kesehatan



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Meningkatnya umur harapan hidup membuat jumlah penduduk berumur di atas 60 tahun, yaitu kelompok lanjut usia, makin besar.
Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2011 sekitar 24 juta jiwa atau hampir 10 persen jumlah penduduk. Padahal, sekitar tahun 1970 baru ada 2 juta orang. Selama 40 tahun, pertambahan jumlah lansia 10 kali lipat, sedangkan jumlah penduduk hanya bertambah 2 kali lipat. Setiap tahun, jumlah lansia bertambah rata-rata 450.000 orang. Pada tahun 2050, diperkirakan ada 60 juta lansia, setara gabungan penduduk Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten (Kompas.Com: 2011).
Akibat dari menurunnya fungsi-fungsi organ dan matinya sel-sel tubuh maka banyak terjadi gangguan kesehatan pada lansia, baik kesehatan fisik maupun kesehatan psikis.
Sekitar 10% orang tua yang berusia  lebih dari 65 tahun dan 50% pada usia yang lebih dari 85 tahun akan mengalami gangguan kognitif, dimana akan dijumpai gangguan yang ringan sampai terjadinya demensia (Yaffe dkk, 2001). Pada populasi penduduk terutama jumlah orang tua yang menderita penyakit Alzheimer (AD) diperkirakan akan meningkat dari 26,6 juta menjadi 106,2 juta pada tahun 2050 (Lautenschlager dkk, 2008).
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa demensia seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Demensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Demensia Senilis (>60 tahun); 2) Demensia Pra Senilis (<60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan sekitar 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso, 2002).
Faktor-faktor  lifestyle  seperti stimulasi intelektual, berkaitan dengan kognitf dan sosial, dan beberapa tipe exercixe dapat menurunkan resiko untuk terjadinya gangguan yang berhubungan dengan usia seperti  Alzheimer’s disease  (AD) dan demensia vaskular. Kenyataannya banyak studi yang menjelaskan bahwa aktivitas fisik dapat mencegah kemunduran fungsi  kognitif yang lambat (Foster dkk, 2011).
Pendidikan sejak dini memiliki efek  langsung pada struktur otak melalui peningkatan jumlah  synaps atau vaskularisasi dan membentuk  cognitive reserve, serta efek stimulasi mental pada usia tua dimana dapat mempengaruhi neurokemikal ataupun struktur otak (Lee dkk, 2003).
Koepsell dkk (2008), melakukan suatu studi untuk melihat hubungan tingkat pendidikan mempunyai peranan dalam neuropatologi pada AD dimana dijumpai adanya gangguan kognitif. Mereka menyimpulkan bahwa tidak menemukan bukti yang cukup antara hubungan tingkat pendidikan dengan penyakit Alzheimer. Tetapi nilai mini mental status examination (MMSE) yang tinggi antara orang-orang yang berpendidikan tinggi menggambarkan mereka lebih ringan atau tidak menderita AD. Suatu studi mengatakan bahwa  cognitive reserve pada tingkat pendidikan yang tinggi berhubungan dengan skor/ nilai  yang tinggi pada tes fungsi kognitif dan begitu juga sebaliknya (Bellen, 2009).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan salah satu latihan dan pendidikan yang bertujuan memberikan gambaran kepada lansia tentang lingkungan sekitarnya sehingga dapat bersosialisasi dengan baik. Diharapkan dengan pelaksanaan TAK maka lansia dapat melatih fungsi kognitifnya sehingga mampu meningkatkan tingkat kognitifnya.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas adalah pendekatan untuk mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang mengalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik yang digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas maupun secara didaktik (Stuart & Laraia, 2001).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di lapangan dengan mewawancarai staf Puskesmas Kecamatan Alas Barat diketahui bahwa jumlah lansia yang ada di Desa Mapin Kebak sebanyak 317 orang yang berumur antara 65-85 tahun, dan 90 orang diantaranya menderita demensia dengan prosentase 30 %.Program yang dilaksanakan puskesmas hanya pemeriksaan kesehatan dan tidak pernah melaksanakan TAK sebelumnya.
Hal inilah yang membuat calon peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas terahadap tingkat kognitif lansia demensia di Desa Mapin Kebak Kecamatan Alas Barat.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dikaji dalam proposal penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas terahadap tingkat kognitif lansia demensia di Desa Mapin Kebak Kecamatan Alas Barat?.




C.  Tujuan
1.  Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas terahadap tingkat kognitif lansia demensia di Desa Mapin Kebak Kecamatan Alas Barat.
2.  Tujuan Khusus
a.  Mengidentifikasi tingkat kognitif lansia demensia sebelum dilakukan TAK
b.  Mengidentifikasi tingkat kognitif lansia demensia ssetelah dilakukan TAK
c.  Menganalisa pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) orientasi Realitas terahadap tingkat kognitif lansia demensia.

D.  Manfaat Penelitian
1.  Peneliti
a.  Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman kepada peneliti dalam melakukan penelitian dan sebagai wujud pengamalan Tridharma Perguruan Tinggi yaitu melakukan penelitian.
b.  Bagi peneliti lain
Hasil penlitian ini bisa dijadikan data dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

2.  Institusi
a.  Instansi Pendikikan
Penelitian ini diharapkan mampu menambah refrensi bidang kesehatan khususnya Keperawatan Gerontik.
b.  Instansi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman untuk pemberian pelayanan kesehatan pada lanjut Usia.
3.  Bagi Masyarakat
Diharapkan dengan adanya penelitian ini bisa sebagai bahan pertimbangan diadakannya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang mampu meningkatkan sosialisasi antar warga masyrakat.

E.  Keaslian Penelitian
Penelitian serupa penah dilakukan oleh Rosdianah tahun 2009 dengan Judul “Gambaran tingkat kognitif dan tingkat kerusakan intelektual pada lansia di Masyarakat RW 02 Kelurahan Sumbersari Malang”. Desain yang digunakan Studi kasus, sampel yang digunakan 83 orang lansia terdiri dari 56 perempuan dan 27 laki-laki. Hasil yang didapatkan yaitu kerusakan kognitif sedang merupakan yang banyak dialami responden yaitu 59% responden, diikuti kerusakan kognitif sedang sebanyak 28,9%.
Berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti dimana berjudul “Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas terhadap tingkat kognitif lansia demensia di Desa Mapin Kebak Kecamatan Alas Barat”. Desain yang digunakan One Group Pra Test-Post Test Design (pra-pasca tes dalam satu kelompok). teknik sampling Purporsive sampling, dan analisa data menggunakan t test.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Konsep Lansia
1.  Pengertian lansia
Menurut Constantinides (1994) “Menua (menjadi tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita”. (Darmojo R, 2000)
Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut “penyakit degeneratif”. Dengan kata lain bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam - macam faktor yang saling berkaitan.
2.  Batasan - Batasan Lansia

a.  Menurut WHO

Usia lanjut dikategorikan dalam 3 kategori :
1)  Usia Lanjut             60 – 74      tahun
2)  Usia Tua                75 – 89      tahun
3)  Usia Sangat Lanjut      > 90    tahun

b.  Menurut Dep.Kes RI

1)  Kelompok menjelang usia lanjut ( 45 – 54 tahun) = Masa Virilitas
2)  Kelompok usia lanjut ( 55  64 tahun ) = Masa Presenium
3)  Kelompok usia lanjut > 65 tahun ) = Masa Senium

c.  Menurut Birren dan Jenner (1997)

1)  Usia Biologis = Yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahir berada dalam keadaan hidup, tidak mati
2)  Usia Psikilogis = Yang menunjuk kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya
3)  Usia social = Yang menunjuk kepada peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada sesorang sehubungan dengan usianya

d.  Menurut UU No. 13 Tahun 1998

Batasan orang dikatakan usia lanjut adalah 60 tahun
3.  Teori proses menua
a.  Teori “Genetic Clock”
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) nya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung dan menghentikan replikasi bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia. (Darmojo, R. 2000). Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan obat-obatan atau tindakan-tindakan tertentu.
Pengontrolan genetik umur, rupanya dikontrol dalam tingkat seluler. Penelitian melalui kultur sel in vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumlah replikasi, kemudian menua dan mati, bukan sitoplasmanya. (Suhana, 1994)
b.  Teori Rusaknya Sistem imun Tubuh
Mutasi yang berulang atau perubahan protein pasca translasi, dapat memyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self Recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkanya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun (Darmojo R. 2000)
Dipihak lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahananya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan terjadinya kanker meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. (Suhana, 1996)
c.  Teori Kerusakan Radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, dan didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai pernafasan didalam mitokondria. Walaupaun telah ada sistem penangkal, namun sebagian radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak Radikal bebas terbentuk sehingga proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin lama makin banyak akhirnya sel mati (Darmojo R.2000)
d.  Menua Akibat Metabolisme
Pentingnya metabolisme sebagai faktor penghambat umur panjang, (Suhana, 1994). Menurut mereka ada hubungan antara tingkat metabolisme dengan panjang umur. Modifikasi cara hidup yang kurang bergerak menjadi lebih banyak bergerak mungkin juga dapat meningkatkan umur panjang. Hal ini menyerupai hewan yang hidup dialam bebas yang banyak bergerak dibanding dengan hewan laboratorium yang kurang bergerak dan banyak makan. Hewan dialam bebas lebih panjang umurnya dari pada hewan laboratorium. (Suhana, 1994)
4.  Masalah Dan Penyakit Yang Sering Dihadapi Oleh lanjut Usia
a.  Gangguan Fisik
1)  Mudah Jatuh
Jatuh disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kondisi fisik dan neuropatik, penurunan visus dan pendengaran, perubahan neuromuskular dan reflek postural, lingkungan dan obat-obatan
2)  Mudah Lelah
Disebabkan oleh faktor psikologis, gangguan organis, pengaruh obat misalnya obat penenang obat jantung dan obat - obatan yang melelahkan daya kerja otot
3)  Nyeri dada
Disebabkan oleh penyakit jantung koroner, aneurisme aorta, perikarditis, gangguan pada sistem pernafasan bagian atas.
4)  Sesak nafas waktu melakukan kerja berat
Disebabkan oleh kelemahan jantung, gangguan sistem pernafasan, berat badan berlebihan, anemia
5)  Berdebar debar (Palpitasi)
Disebabkan oleh gangguan irama jantung, keadaan umum badan yang lemah oleh proses penyakit, faktor-faktor psikologi
6)  Nyeri pinggang
Sering disebabkan oleh gangguan sendi-sendi atau susunan tulang belakang, gangguan pankreas, kelainan ginjal, gangguan pada rahim, gangguan pada kelenjar prostat, gangguan pada otot-otot badan.
7)  Nyeri pada sendi
Disebabkan oleh gangguan sendi pinggul, kelainan tulang-tulang sendi, akibat kelainan pada saraf dari punggung bagian bawah yang terjepit ( Nugroho Wahjudi, 1999).
b.  Gangguan Psikologis
1)  Demensia
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.
2)  Depresi
Depresi ialah  suasana perasaan tertekan (depressed mood) yang dapat merupakan suatu diagnosis penyakit atau sebagai sebuah gejala atau respons dari kondisi penyakit lain dan stres terhadap lingkungan. Depresi pada lansia adalah depresi sesuai kriteria DSM-IV. Depresi mayor pada lansia adalah didiagnosa ketika lansia menunjukkan salah satu atau dua dari dua gejala inti (mood terdepresi dan kehilangan   minat terhadap suatu hal atau kesenangan) bersama dengan empat atau lebih gejala-gejala berikut selama minimal 2 minggu.

B.  Konsep Demensia
1.  Pengertian Demensia
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari. (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).
Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Melalui beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa demensia adalah: keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, dan penurunan kemampuan tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari. Bentuk gangguan yang sangat menyolok adalah penurunan perilaku yang secara lengkap disebut perilaku sosial (social skill) dan perilaku.
2.  Penyebab Demensia
Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain(Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006).
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.

3.  Klasifikasi demensia
a.  Menurut Umur:
1)  Demensia senilis (>65th)
2)  Demensia prasenilis (<65th)
b.  Menurut perjalanan penyakit:
1)  Reversibel
2)  Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma,  vit  B     Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
c.  Menurut kerusakan struktur otak
1)   Tipe Alzheimer
2)   Tipe non-Alzheimer
3)   Demensia vaskular
4)   Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5)   Demensia Lobus frontal-temporal
6)   Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7)   Morbus Parkinson
8)   Morbus Huntington
9)   Morbus Pick
10) Morbus Jakob-Creutzfeldt
11) Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
12) Prion disease
13) Palsi Supranuklear progresif
14) Multiple sklerosis
15) Neurosifilis
16) Tipe campuran
17) Menurut sifat klinis:
18) Demensia proprius
19) Pseudo-demensia
4.  Tanda dan gejala demensia
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
a.  Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
b.  Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
c.  Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
d.  Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
e.  Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah


Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.
a.  Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
1)  Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami
2)  Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
a)  Disorientasi
b)  Gangguan bahasa (afasia)
c)  Penderita mudah bingung
d)  Penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
e)  Gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
3)  Stadium III
Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain:
a)  Penderita menjadi vegetatif
b)  Tidak bergerak dan membisu
c)  Daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri
d)  Tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil
e)  Kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain
f)  Kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
b.  Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat diduga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler dari pada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
5.  Perawatan pasien demensia
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
a.  Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
b.  Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
c.  Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
d.  Kegiatan rohani dan memperdalam ilmu agama.
e.  Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
f.  Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.

C.  Konsep Kognitif
1.  Pengertian Kognitif
Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation) (Anita, 2009).
Istilah kognisi berasal dari bahasa Latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan.Istilah ini digunakan oleh filusuf untuk mencari pemahaman terhadap cara manusia berpikir (Sternberg, 2006).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kognitif adalah: proses pikiran yaitu bagaimana manusia melihat, mengingat, belajar dan berpikir tentang informasi yang diterima.
2.  Fungsi-fungsi Kognitif
a.  Atensi dan kesadaran
Atensi adalah pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan dan proses kognitif lainnya. Atensi terbagi menjadi atensi terpilih (selective attention)dan atensi terbagi (divided attention). Kesadaran meliputi perasaan sadar maupun hal yang disadari yang mungkin merupakan fokus dari atensi.
b.  Persepsi
Persepsi adalah rangkaian proses pada saat mengenali, mengatur dan memahami sensasi dari panca indera yang diterima dari rangsang lingkungan. Dalam kognisi rangsang visual memegang peranan penting dalam membentuk persepsi. Proses kognif biasanya dimulai dari persepsi yang menyediakan data untuk diolah oleh kognisi.
c.  Ingatan
Ingatan adalah saat manusia mempertahankan dan menggambarkan pengalaman masa lalunya dan menggunakan hal tersebut sebagai sumber informasi saat ini. Proses dari mengingat adalah menyimpan suatu informasi, mempertahankan dan memanggil kembali informasi tersebut. Ingatan terbagi dua menjadi ingatan implisit dan eksplisit. Proses tradisional dari mengingat melalui pendataan penginderaan, ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang.
d.  Bahasa
Bahasa adalah menggunakan pemahaman terhadap kombinasi kata dengan tujuan untuk berkomunikasi. Adanya bahasa membantu manusia untuk berkomunikasi dan menggunakan simbol untuk berpikir hal-hal yang abstrak dan tidak diperoleh melalui penginderaan. Dalam mempelajari interaksi pemikiran manusia dan bahasa dikembangkanlah cabang ilmu psikolinguistik


e.  Pemecahan masalah dan kreativitas
Pemecahan masalah adalah upaya untuk mengatasi hambatan yang menghalangi terselesaikannya suatu masalah atau tugas. Upaya ini melibatkan proses kreativitas yang menghasilkan suatu jalan penyelesaian masalah yang orisinil dan berguna.
3.  Domain Kognitif
Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)
a.  Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yang berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk,
b.  Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yang berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram.
c.  Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yang ditimbulkan.
d.   Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.
e.  Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yang sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dan sebagainya.
4.  Mengukur Tingkat Kognitif Lansia Dengan Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
a.  Pengertian
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ), digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan intelektual, terdiri dari 10 hal yang mengetes orientasi, memori dalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jauh, dan kemampuan matematis (Pfeiffer, 1975). Metode penentuan skors sederhana merentangkan tingkat fungsi intelektual, yang membantu dalam membuat keputusan yang kusus mengenai kapasitas perawatan diri.
Intruksi untuk melengkapi Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ). Semua respon-respon yang dinilai benar harus diberikan oleh subjek tanpa reverensi kalender, surat kabar, sertivikat kelahiran, atau bantuan lain untuk mengingat.
1)  Pertanyaan 1: hanya dinilai benar hanya pada waktu bulan yang tepat,tanggal yang tepat, tahun yang diberikan secara benar.
2)  Pertanyaan 2: penjelasan sendiri
3)  Pertanyaan 3: hal dinilai sebagai benar bila diberikan gambaran yang benar dari lokasi, “rumah saya” nama yang benar dari kota atau daerah tempat tinggal, atau nama rumah sakit atau institusi bila subjek yang diinstitualisasi semua dapat diterima.
4)  Pertanyaan 4: harus dinilai sebagai benar bila nomor telpn benar dapat dipastikan, atau bila subjek dapat mengulang nomor yang sama pada bentuk  pertanyaan yang lain.
5)  Pertanyaan 5:harus dinilai sebagai benar bila pernyataan usia koresponden pada tanggal lahir
6)  Pertanyaan 6:harus dinilai benar hanya bila bulan tanggal pasti dan tahun semua diberikan.
7)  Pertanyaan 7:memerlukan hanya nama terakhir dari nama presiden
8)  Pertanyaan 8: memerlukan hanya nama terakhir presiden sebelumnya
9)  Pertanyaan 9: tidak perlu diperiksa. Ini dinilai sebagai benar, jika diberikan pertama wanita ditambah dengan nama akhir dari pada nama aktif subjek.
10) Pertanyaan 10: memerlukan seluruh seri yang harus dilakukan dengan benar supaya dinilai sebagai benar. Adanya kesalahan pada seri atau ketidak inginan untuk mengupayakan seri dinalai sebagai benar.
b.  Penilaian Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)
Data menunjukkan bahwa pendidikan dan suku mempengaruhi kinerja pada kuestioner status mental dan ini harus dengan sesuai dilakukan dalam mengevaluasi nilai yang dicapai individu.Untuk tujuan penilaian, tiga tingkat pendidikan telah ditegakkan: (a)seseorang yang telah mengalami hanya suatu tingkat pendidikan sekolah dasar; (b) seseorang yang telah mengalami beberapa pendidikan sekolah menengah atau yang telah menyelesaikan sekolah menengah atas, termasuk akademik, sekolah tinggi, atau sekolah bisnis.Untuk subjek-subjek kulit putih dengan sedikitnya berpendidikan sekolah menengah atas, tetapi tidak lebih dari sekolah menengah atas, kriteria berikut telah dibuat:
1)  kesalahan 0-2 fungsi intelektual utuh
2)  kesalahan 3-4 kerusakan intelektual ringan
3)  kesalahan 5-7 kerusakan intelektual sedang
4)  kesalahan 8-10 kerusakan intelektual berat
Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 kesalahan bila subjek hanya berpendidikan sekolah dasar.Bisa dimaklumi bila kurang dari 1 kesalahan bila subjek mempunyai pendidikan diatas sekolah menengah atas.Bisa dimaklumi bila lebih dari 1 kesalahan untuk subjek kulit hitam, dengan menggunakan kriteria pendidikan yang sama.

D.  Konsep Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas
1.  Pengertian
Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang  therapist  atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007). Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan gangguan interpersonal (Yosep, 2008).
Terapi Aktifitas Kelompok Orientasi Realitas adalah pendekatan untuk mengorientasikan klien terhadap situasi nyata (realitas). Umumnya dilaksanakan pada kelompok yang menghalami gangguan orientasi terhadap orang, waktu dan tempat. Teknik yang digunakan meliputi inspirasi represif, interaksi bebas maupun secara didaktik.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas orientasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat, 2004).
2.  Tujuan TAK Orientasi Realitas
a.  Penderita mampu mengidentifikasi stimulus internal (fikiran, perasaan, sensasi somatik) dan stimulus eksternal (iklim, bunyi, situasi alam sekitar)
b.  Penderita dapat membedakan antara lamunan dan kenyataan
c.  Pembicaraan penderita sesuai realita
d.  Penderita mampu mengenali diri sendiri
e.  Penderita mampu mengenal orang lain, waktu dan tempat
3.  Manfaat TAK
a.  Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
b.  Membentuk sosialisasi
c.  Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
d.  Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
4.  Karakteristik Penderita
a.  Penderita dengan gangguan orientasi realita (GOR); (halusinasi, ilusi, waham, dan depresonalisasi ) yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain
b.  Penderita dengan GOR terhadap orang, waktu dan tempat yang sudah dapat berinteraksi dengan orang lain
c.  Penderita kooperatif
d.  Dapat berkomunikasi verbal dengan baik
e.  Kondisi fisik dalam keadaan sehat
5.  Tahapan Dalam TAK
Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase pra-kelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia, 2001)
a.  Pre kelompok
Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi leader, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media yang akan digunakan beserta dana yang dibutuhkan.
b.  Fase awal
Pada fase ini terhadap 3 tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik atau kebersamaan
1)  Orientasi :
Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan anggota.
2)  Konflik :
Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan terjadi.
3)  Kebersamaan :
Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah, anggota mulai menemukan siapa dirinya.
c.  Fase kerja
Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim ;
1)  Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan anggotanya
2)  Perasan positif dan negatif dapat dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah terbina
3)  Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati
4)  Tanggung jawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistis
5)  Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok dalam menyelesaikan tugasnya
6)  Fase ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif
d.  Fase terminasi
Ada 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara. Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses. Terminasi dapat menyebabkan kecemasan, regresi dan kecewa. Untuk menghindari hal ini, terapis perlu mengevaluasi kegiatan dan menunjukkan sikap betapa bermaknanya kegiatan tersebut, menganjurkan anggota untuk memberi umpan balik pada tiap anggota
Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus tuntas didiskusikan. Akhir terapi aktivitas kelompok harus dievaluasi, bisa melalui pre dan post test.



E.  Kerangka Konsep
Lansia
Gangguan pada Lansia:
1.  Gangguan Fisik
2.  Gangguan Psikis
a.  Depresi
b.  Depresi

b.  Demesia 
Terapi Demensia:
1.  Farmakologi
2.  Non Farmakologi
a.  TAK Orientasi Realitas
b.  Terapi ketawa

a.  TAK Orientasi Realitas

Tingkat Kognitif Lansia:
1.  Fungsi intelektual utuh
2.  Kerusakan intelektual     ringan
3.  Kerusakan intelktual     sedang
4.  Kerusakan intelektual     berat

Faktor-faktor yang mempengaruhi Demensia:

1.  Latihan (Membaca Buku)
2.  Meperdalam ilmu agama
3.  Mengurangi Strssor dalam bekerja
4.  Mengurangi masuknya zat kimia berbahaya seperti Alkohol dan Nikotin




















     Keterangan:
                : Ditelitii
                : Tidak diteliti    

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas terahadap tingkat kognitif lansia demensia   di Desa Mapin Kebak Kecamatan Alas Barat





F.  Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2003). Hipotesis yang diajukan peneliti adalah:
Ho:
Tidak ada pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas terhadap tingkat kognitif lansia demensia di Desa Mapin Kebak Kecamatan Alas Barat.
Ha:
Ada pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Orientasi Realitas terhadap tingkat kognitif lansia demensia di Desa Mapin Kebak Kecamatan alas barat .


DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Azis. 2003. Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah Edisi 1.  Jakarta: Salemba Medika.

Andayani, Budi. 2004. Psikologi Keluarga :CV Citra Media

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Status Pendekatan   Praktik. Rineka Cipta. Jakarta

Hasan, M. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia

Http//www.id.wikipedia.Psikologi%20kognitif%20-%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.html. Diakses pada tgl 15 april 2012


Http//www.id.wikipedia. Taksonomi%20Bloom%20-%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm. diakses pada tgl 15 april 2012.

Http//www.id.wikipedia. Teori%20Perkembangan%20Kognitif%20Jean%20Piaget%20dan%20Implementasinya%20dalam%20Pendidikan.htm. diakses pada tgl 15 april 2012.

Keliat, Budi Anna1995. Gangguan Kognitif. Jakarta: ECG

Loeckotte, Annette Giesler.1998. Pengkajian Gerontologi Edisi 2. Jakarta: ECG

Nugroho, Wahyudi.2006.  Keperawatan Gerontik & Geriatri Edisi 3. Jakarta: ECG

Niven, Neil. 2000.  Psikologi Kesehatan:  Pengantar untuk Perawat dan Profesional Kesehatan lain. Jakarta: ECG

Nevid, Feffry. S dkk. 2003. Psikologi Abnormal edisi 5 jilid 2. Jakarta: ECG  

Nursalam.2001. Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta:CV sagung seto

OFM, Yustinus Semiun. 2006. Kesehatan Mental 1.Yogyakarta: Kanisius

Stuart & Sunnden. 1999. Buku Saku Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

Sidiarto, Jokosetio. 2003. Memori Anda Setelah Usia 50. Jakarta:UI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar